Jumat, 26 November 2010

'am dan khas

by dyan
A.    Pendahuluan
Untuk mendalami satu disiplin ilmu, lebih dulu perlu diketahui apa yang menjadi objek pembahasannya dan sisi mana saja dari objek bahasan tersebut yang akan dikaji. Demikian halnya dengan ilmu Ushul Fiqh, perlu diketahui objek pembahasannya. Objek bahasan suatu ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang berhubungan atau bisa dihubungkan dengan sesuatu itu.
Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara’ sekaligus hukum-hukum yang ditunjukkannya. Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan,  salah satunya adalah lafaz ‘amm dan lafaz  khash. Makalah ini akan membahas lafaz yang ‘amm dan khash secara lebih mendalam.
B.    Pengertian ‘amm dan khash
Definisi ‘Amm:
 "هواللفظ الذي يدل بحسب وضعه اللغوي علي شموله واستغرا قه لجمع الافراد, التي يصدق عليها معناه من غير حصر في كمية معينة منها"
Maksudnya adalah keumuman merupakan bagian dari sifat-sifat lafaz. Karena keumuman adalah dalalah lafaz terhadap penghabisan seluruh satuan-satuannya, dan lafazd yang menunjukkan pada suatu individu, maka ia tidak dikatakan dengan lafaz umum. Perbedaan antara lafaz umum dan lafaz yang mutlak adalah bahwasannya lafaz yang umum menunjukkan atas peliputan tiap-tiap individu dari individu-individunya, adapun lafaz mutlak ia menunjukkan lafaz individu yang menyebar, yang bukan meliputi seluruh indiviu-individunya. Lafaz yang mutlak sekaligus tidaklah menyangkut kecuali salah satu dari individu-individu yang menyebar. Ini adalah yang dikehendaki dengan perkataan ahli ilmu ushul fiqh:
عموم العام شمولي وعموم المطلق بدلي
 “Keumuman lafaz yang umum bersifat pemerataan (mencakup keseluruhan) dan keumuman lafaz mutlak bersifat penggantian.”

Definisi Khash:
اللفظ الذي وضع لمعني واحدعلي سبيل الا نفراد
Maksudnya disini adalah lafaz yang khash itu lafaz yang diletakkan untuk menunjukkan suatu individu yang satu perseorangannya, seperti seorang laki-laki, atau menunjuk kepada sejumlah individu dan tidak menunjukkan terhadap penghabisan seluruh individu-individu.
C.    Dalalah ‘Amm dan Khash
Dalalah Lafaz ‘Amm; Para ahli ushul fiqh tidaklah berbeda pendapat bahwa setiap lafaz dari lafaz-lafaz umum yang telah dijelaskan ditetapkan menurut bahasa untuk maksud menghabiskan seluruh satuan yang berkenaan dengannya. Mereka juga tidak berselisih pendapat, bahwasannya lafaz apabila terdapat pada nash syar’i, maka ia menunjukkan pada tetapnya hukum yang dinashkan terhadap seluruh satuan yang mengenainya, kecuali apabila ada dalil yang mentakhsis (mengkhususkan) hukum pada sebagiannya saja. Mereka hanyalah berbeda pendapat mengenai sifat dalalah lafaz umum yang tidak ditakhsiskan terhadap penghabisannya pada seluruh satuan-satuannya. Apakah dalalah tersebut Qath’i atau Dzanni?.
Menurut pandangan beberapa ulama:
·    Mazhab Syafi’i
lafaz yang umum tidak ditakhsiskan adalah zahir dalam keumumannya, tidak bersifat qath’i. Jadi dalalahnya adalah dzanni maka ia juga berdalalah dzanni, terhadap satuan-satuan yang tersisa setelah pentakhsisan itu. Jadi lafaz yang umum adalah bersifat dzanni dalalahnya baik sebelum ditakhsiskan maupun sesudahnya.
·    Madzhab Hanafiyah
lafaz yang umum yang tidak ditakhsiskan adalah qath’i dalam keumumannya. Ini adalah qath’i dalalahnya terhadap menghabisi seluruh satuan-satuannya. Apabila ia ditakhsishkan, maka ia menjadi zhahir dalam dalalahnya terhadap sesuatu yang tersisa setelah pentakhshishan, artinya ia adalah dzanni dalalahnya terhadapnya. Jauh lafaz yang umumyang ditakhsish adalah qath’i dalalahnya atas penghabisannya terhadap seluruh satuan-satuannya. Dan apabila ia ditakhsishkan, maka ia menjadi dzanni dalalahnya terhadap satuan satuannya yang tesrsisa setelah ditakhsishkan.
Hujjah mereka terhadap pendapat mereka ialah; bahwasannya lafaz yang umum pada hakekatnya ditetapkan untuk menghabiskan seluruh satuan yang berkenaan dengan maknanya. Sedangkan lafaz ketika dimutlakkan, maka ia menunjukkan atas maknanya secara hakiki dengan pasti. Lafaz yang umum yang terlepas dari qarinah yang mengkhususkannya menunjukkan keumumannya secara pasti. Ia tidak boleh dipalingkan dari maknanya yang hakiki kecuali dengan dalil.
Dalalah lafaz Khash, Secara garis besar adalah apabila ada nash syar’i, maka ia menunjukkan dengan dalalah yang qath’i terhadap maknanya yang khusus yang ditetapkan untuknya secara hakekat. Sedangkan hukum bagi madlulnya (yang ditunjuk) tetap secara pasti, bukan dengan jalan dzann (dugaan kuat). Hukum yang diambil dari firman Allah Swt.:
( ÿ¼çmè?t»¤ÿs3sù ãP$yèôÛÎ) ÍouŽ|³tã tûüÅ3»|¡tB
“......, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin.” (Al-Maidah: 89)

Akan tetapi apabila ada dalil yang menuntut pentakwilan lafaz yang khusus ini, maksudnya dibawakan kepada pengertian yang dituntut oleh dalil itu. Kemudian apabila lafaz khash itu datang maka dibawakan kepada kemutlakannya, dan apabila ia datang dalam keadaan terbatas, maka ia juga harus dibawakan kepada pembatasannya. Apabila lafaz khash tersebut datang dalam keadaan mutlak pada nash syar’i kemudian pada nash yang lain lafaz tersebut datang dalam keadaan terbatasi.
Apabila kedua nash berlainan dalam segi hukumnya, atau sebabnya, atau pada kedua-duanya sekaligus, maka lafaz yang mutlak itu tidak boleh dibawakan kepada lafaz yang muqayyad (dibatasi), justru lafaz yang mutlak diberlakukan sesuai dengan kemutlakannya pada posisinya, dan muqayyad diberlakukan sesuai dengan batasannya pada posisinya.

D.    Macam-macam lafaz ‘amm, takhsish dan mukhassis
1)    Macam-macam lafaz ‘amm
a)    Kullun, jami’un, kaffatun, dan ma’syara
Contoh Kullun dalam Q.S. Ali Imran 185:
‘@ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqpRùQ$# 3
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.”

Contoh Jami’un dalam Q.S. Al Baqarah 29:
uqèd “Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B ’Îû ÇÚö‘F{$# $YèŠÏJy_  ÇËÒÈ  
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.”

Contoh Kaffah dalam Q.S. Saba’: 28:
!$tBur y7»oYù=y™ö‘r& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉ‹tRur ÇËÑÈ  
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.”

Contoh Ma’syara dalam Q.S. Al-An’am: 130:
uŽ|³÷èyJ»tƒ Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur óOs9r& öNä3Ï?ù'tƒ ×@ߙ①öNä3ZÏiB tbqÁà)tƒ öNà6ø‹n=tæ ÓÉL»tƒ#uä ö/ä3tRrâ‘É‹Yãƒur uä!$s)Ï9 öNä3ÏBöqtƒ #x‹»yd ÇÊÌÉÈ  
“Hai golongan jin dan manusia, Apakah belum datang kepadamu Rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini.”

b)    Man, Maa dan Aina pada majaz
Contoh Man dalam Q.S. Al- Baqarah: 185:
4 `yJsù y‰Íky­ ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuŠù=sù
“Maka barang siapa diantara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”

Contoh Maa dalam QS Al- Baqarah: 272:
4 $tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9Žöyz ¤$uqムöNà6ö‹s9Î) ÷LäêRr&ur Ÿw šcqãKn=ôàè? ÇËÐËÈ  
“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).”

Contoh Aina dalam QS An-Nisa: 78:
$yJoY÷ƒr& (#qçRqä3s? ãNœ3.Í‘ô‰ãƒ ÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. ’Îû 8lrãç/ ;oy‰§‹t±•B 3
 “Di mana juapun tempat tinggalmu, niscaya mati itu akan menimpa dirimu jua, sekalipun kamu tinggal dalam benteng yang kuat.”

c)    Man, Maa, Aina dan Mata untuk Istifham (pertanyaan)
Contoh Man dalam Q.S. An-Nisa: 123:
`tB ö@yJ÷ètƒ #[äþqß™ t“øgä† ¾ÏmÎ/ ÇÊËÌÈ  
“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.”

Contoh Maa dalam Q.S. Al- Mudatsir: 42:
$tB óOä3x6n=y™ ’Îû ts)y™ ÇÍËÈ  
 "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"

Contoh Aina:
اين تسكن
“Dimana kamu tinggal”

Contoh Mata:
 متى نصر الله
“Kapan akan datang pertolongan Allah?.”

d)    Ayyu
Seperti yang ada dalam hadits dari ‘Aisyah berikut ini:
عن عا ئشة, قال صل الله عليه وسلم: ايما امراة نكحت بغيراذن وليهافنكاحهاباطل. (رواه الاربعة)
“Siapa saja di antara perempuan yang kawin tanpa seizin walinya, maka perkawinannya batal (tidak sah)” (H.R Arba’ah)

e)    Nakirah Sesudah Nafi
Contoh dalam Q.S. Al-Baqarah: 123:
(#qà)¨?$#ur $YBöqtƒ žw “Ì“øgrB ë§øÿtR `tã <§øÿ¯R $\«ø‹x© Ÿwur ã@t6ø)ム$pk÷]ÏB ×Aô‰tã Ÿwur $ygãèxÿZs? ×pyè»xÿx© Ÿwur öNèd tbrçŽ|ÇZムÇÊËÌÈ  
“Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.”

f)    Isim Maushul
Contoh dalam Q.S. An-Nur: 4:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ö‘r'Î/ uä!#y‰pkà­ óOèdr߉Î=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy‰»pky­ #Y‰t/r& ÇÍÈ  
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya.”

g)    Idhafah
Contoh dalam Q.S. Ibrahim: 34:
4 bÎ)ur (#r‘‰ãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3 ÇÌÍÈ  
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.”
h)    Alif Lam Harfiyah
Contoh dalam Q.S. Al-Baqarah 195:
¨bÎ) ©!$# =Ïtä† tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ  
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

2)    Takhsis
اخراج بعض ما كا ن دا خلا تحت العام وقصره علي ما بقي
Takhsis ialah mengeluarkan sebagian dari pada satuan-satuan yang masuk dalam lafaz ‘aam sementara lafaz yang ‘amm itu hanya berlaku bagi satuan-satuan yang masih ada. (yang tidak dikeluarkan dari ketentuan lafaz/dalil ‘amm) sesudah ditakhsis.

3)    Mukhasis
Kaidah dari Mukhasis:
العام بعد التحصيص حجة في البقي
“Lafaz ‘Amm sesudah ditakhsiskan masih menjadi hujjah (pegangan) bagi satuan-satuan yang masih terkandung di dalamnya.”

Macam-macam Mukhasis
a.    Ististna
Suatu pengecualian dalam lafaz dengan memakaikan adat-adat istisna, seperti:
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ   ¨bÎ) z`»|¡SM}$# ’Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#  ÇÌÈ  
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,  kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

b.    Badal baadh min kul
tidak seluruhnya terkena perintah tetapi yang dikehendaki cukup dilaksanakan oleh sebagian saja, firman Allah:
¬!ur ’n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó™$# Ïmø‹s9Î) Wx‹Î6y™ 4 ÇÒÐÈ  
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali Imran: 97)
c.    Kata sifat:
`tBur öN©9 ôìÏÜtGó¡o„ öNä3ZÏB »wöqsÛ br& yxÅ6Ztƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# ÏM»oYÏB÷sßJø9$# `ÏJsù $¨B ôMs3n=tB Nä3ãZ»yJ÷ƒr& `ÏiB ãNä3ÏG»uŠtGsù ÏM»oYÏB÷sßJø9$#
“Dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki.” (an-Nisa: 25)
d.    Syarat
4 £`åkçJs9qãèç/ur ‘,ymr& £`ÏdÏjŠtÎ/ ’Îû y7Ï9ºsŒ ÷bÎ) (#ÿrߊ#u‘r& $[s»n=ô¹Î) 4
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.” (al-Baqarah: 228)

e.    Ghayah
penghabisan sesuatu yang mengharuskan tetapnya hukum bagi perkara-perkara yang disebut sebelumnya sedangkan yang disebut sesudahnya tidak ada hukum tersebut.  Contoh Firman Allah:
3 $tBur $¨Zä. tûüÎ/Éj‹yèãB 4Ó®Lym y]yèö6tR Zwqß™u‘ ÇÊÎÈ
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (al-Isra: 15)

E.    Analisis
Setelah memahami antara lafaz ‘Amm dan Khash, saya dapat menganalisis isi bacaan diatas bahwa diantara keduanya terjadi perbedaan yang cukup jelas bahwasannya lafaz ‘Amm memiliki arti lafaz yang menurut penetapannya secara kebahasaan menunjukkan terhadap kemerataannya dan penghabisannya terhadap seluruh satuan-satuannya, maksudnya adalah lafaz tersebut menunjuk pada kalimat yang bersifat umum, tidak perlu memberi batasan kepada sesuatu yang telah ditunjuk. Lafaz ‘Amm digunakan untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu dengan mengucapkan sekali ucapan saja. Sedangkan lafaz khash itu sendiri diperuntukkan bagi sesuatu yang tertentu. Lafaz khash digunakan untuk seorang atau barang atau hal tertentu, sedangkan dalam memahami takhsis itu sendiri: mengeluarkan lafaz yang berada dalam lingkungan umum, dengan dikuatkan adanya dalil-dalil yang menjadi dasar pengeluaran tersebut.

F.    Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa lafaz ‘Amm adalah lafaz yang menunjukkan kepada sesuatu yang umum, lafaz ‘Amm di bagi menjadi beberapa macam diantaranya:
·    Kullun, Jami’ un, kaffatun, ma’syara
·    Man, maa, aina pada majaz
·    Man, maa, aina, dan mata untuk Istifham (pertanyaan)
·    Ayyu
·    Nakirah sesudah nafi
·    Isim maushul
·    Idhafah
·    Alif lam harfiyah
Takhsis yaitu mengeluarkan sebagian lafaz yang berada dalam lingkungan umum menurut hinggaan yang tidak ditentukan.
Mukhassis ialah suatu dalil (alasan) yang menjadi dasar untuk adanya pengeluaran tersebut. Macam-macam mukhasish:
§    Ististna
§    Syarat
§    Sifat
§    Ghayah
§    Badal baad min kul.
Diatas telah dipaparkan beberapa dari macam-macam lafaz ‘Amm dan lafaz Khash.
G.    Penutup
Demikian makalah ini saya baut, semoga bermanfaat dan menambah ilmu bagi pemakalah khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Saya yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kritik dan saran dari para pembaca, pemakalah butuhkan. Segala kesempurnaan dan kebenaran hanyalah milik Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Nazar, Fiqh Dan Ushul Fiqh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah  al-Qur’an, Semarang: CV. al-Wa’ah, 1993.
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta, Indonesia: Majelis A’la untuk Dakwah Islam, 1972.
M. Zein, Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2008. Cet II
Mu’in, A dan Asymuni A. Rahman, dkk., Ushul Fiqh: Qaidah-Qaidah Istinbath Dan Ijtihad, Jakarta: Depag, 1986.
Syafe’i, Rachmat, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Zuhri, Moh. dan Ahmad Qarib, Terjemahan Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama, 1994.